Friday, February 19, 2021

Mengapa perempuan harus berpendidikan?

 

Mengapa perempuan harus berpendidikan?

 

Pertanyaan ini pasti akan sering kalian dengar terutama untuk perempuan. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena memang itulah kebiasaan orang Indonesia zaman baheula. Blog ini ditulis bukan untuk menjudge ya teman-teman. Saya hanya ingin sharing pengalaman saya.

Ketika lulus S1 saya bercita-cita ingin melanjutkan kuliah hingga post-doctoral. Bagi saya hal itu seperti pencapaian hidup yang harus saya raih. Jika ditanya ingin menjadi apa kelak, saya agak bingung menjawabnya. Saya kurang tahu mengapa, dipikiran dan hati saya hanya terpikirkan ingin kuliah hingga post-doctoral. Jangan ditiru ya J.

Teman-teman seangkatan saya kebanyakan dari mereka tidak ingin melanjutkan S2. Beberapa diantaranya beralasan lelah, kerja, tidak ada biaya, menikah, dan masih banyak lagi lainnya. Saya akui untuk lulus S1 itu terbilang agak susah, terlebih lagi ketika angkatan saya mendapatkan 2 dospem. Jika dospem 1 acc tapi dospem 2 tidak, kita harus mengulang skripsi lagi tapi hanya bagian yang tidak disetujui, lalu minta persetujuan yang baru. Belum lagi jika dosen sulit untuk ditemui, banyak sekali cobaannya dikala S1 itu. Mungkin hal itu yang membuat teman-teman malas untuk melanjutkan S2.

Menurut saya pendidikan itu penting untuk diraih. Terutama bagi perempuan karena perempuan itu akan menjadi sekolah pertama bagi anak-anaknya. Coba bayangkan, jika seorang ibu tidak bersekolah lalu bagaimana mendidik anak-anaknya. Apakah ia mampu untuk mengajarkan nilai social, moral, dan kehidupan?

Ada juga yang mengatakan, ibu saya tidak pernah sekolah tapi anaknya sukses. Yups, saya juga setuju dengan pendapat tersebut. Namun perlu diingat, orangtua kita hidup di zaman apa dan kita di zaman apa? Perbedaan zaman tentunya akan memiliki perbedaan kehidupan. Zaman dahulu, jika seorang perempuan ada yang mau (berniat untuk dinikahi) maka sang orangtua akan melepas anaknya untuk lelaki tersebut walaupun anaknya masih bersekolah.

Bagi orangtua zaman dahulu, pantang bagi mereka untuk menolak lamaran. Jika lelaki tersebut sudah memiliki pekerjaan yang mapan maka mereka akan rela melepas putrinya. Tidak dapat dipungkiri banyak sekali orangtua yang tidak bersekolah atau tidak lulus sekolah namun berhasil dalam mendidik anaknya. Menurut saya hal ini dikarenakan mereka menerapkan nilai-nilai yang kala itu belum rusak. Mereka adalah pejuang kehidupan, mereka bertekat menjadikan kahidupan anak-anaknya lebih baik daripada kehidupan mereka.

Bisa dibayangkan jika penerapan system terdahulu disamakan dengan system zaman ini. Perempuan di zaman milenial ini tidak bersekolah ataupun tidak melanjutkan pendidikannya setidaknya hanya lulusan SMA. Lalu bagaimana dengan generasinya? Bukannya saya meremehkan mereka namun bisa dilihat realitanya. Apakah banyak perusahaaan yang menerima anak SMA bekerja sebagai karyawan? Saya yakin beberapa diantaranya hanya pekerja kontrak itupun hanya usia produktif atau mereka akan dibayar dengan gaji minimum. Lalu jika sudah tidak produktif? hanya 1 jawabannya yaitu menganggur. Walaupun pekerjaan sebagai seorang ibu adalah mulia namun bagi saya menjadi seorang ibu saja tidaklah cukup.

Terkadang banyak sekali teman-teman saya yang meminta bantuan untuk PR anak mereka. Sang ibu tidak mengerti dengan PR yang diberikan guru. Memang kita semua memiliki keterbatasan dalam bidang tertentu namun saya melihatnya sangat miris sekali, menurut saya jika anak tidak mengerti PR mereka, mereka akan menanyakan hal tersebut kepada orangtua. Itu adalah titik dimana anak percaya bahwa orangtuanya dapat membantu. Jika orangtua dapat mengatasi ketidak tahuan sang ibu bisa saja terlebih dahulu belajar dari berbagai macam platform pendidikan yang ada. Apalagi di zaman serba canggih ini kita dapat mengakses apapun di dunia internet.

Dari fakta yang ada, menurut saya pendidikan sangat penting tarutama bagi perempuan. Beberapa alasan mengapa perempuan harus menempuh pendidikan yang tinggi sebagai berikut:

1.      Sekolah pertama bagi anak

Seperti yang sudah saya jelaskan sebelumnya, ibu adalah sekolah pertama bagi anaknya. Kenapa hanya ibu? Sebenarnya ayahpun sama namun yang selalu ada untuk anak-anak mayoritas adalah ibu. Ibu banyak memiliki waktu luang untuk keluarganya ketimbang ayah. Ketika anak lahir, maka ibu yang akan mengajarkan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Ibu juga akan mendidik anak-anaknya untuk mengenal dunia seperti cara membaca, berbicara, dan bertingkahlaku. Peran ibu sungguh besar bila dibandingkan ayah. Ibu lebih mengetahui perkembangan, kemampuan dan keinginan anak.

Ibu akan mentransfer segala sesuatu yang ia ketahui kepada anaknya. Mengajarkan ilmu-ilmu baik agama maupun ilmu lainnya. Biasanya nilai pertama yang diajarkan adalah pengenalan terhadap Sang pencipta. Setelah itu ibu akan mengajarkan nilai kehidupan. Namun pengajaran yang dilakukan ibu tidak sama dengan yang ada di sekolah. Ibu akan mengajarkan melalui perbuatan, ucapan, dan tindakan. Sehingga hal tersebut menjadi kebiasaan bagi sang anak.

Bisa dibayangkan jika sang ibu lulusan SMP dan SMA kira-kira apa yang akan diajarkan mereka? Saya tidak menjelak-jelakan. Saya yakin di zaman milenial ini banyak juga yang berhasil mendidik anaknya namun faktanya 1:10. Fakta yang saya temukan jika sang ibu hanya lulusan SMP dan SMA terlebih lagi jika marriage by accident saya bisa katakan anak mereka akan terlantar. Karena focus sang ibu bukan untuk anak, jiwa mereka adalah jiwa yang bebas ada kalanya masa pubertas. Mereka tidak akan mengurus anak-anaknya dengan baik, untuk menjadi seorang ibu ataupun istri tentunya harus memiliki kesiapan lahir dan batin. Semuanya tidak selalu indah ada masa dimana susah. Pada masa tersebut Ibu (lulusan SMP dan SMA) masih berada di fase remaja sehingga dunia mereka akan berada dalam masa pertemanan ataupun ketertarikan terhadap lawan jenis.

 

2.      Kecerdasan ditentukan oleh ibu

Menurut dosen saya, jika lelaki ingin memiliki anak yang cerdas maka harus mencari calon istri yang cerdas pula. Kecerdasan anak ditentukan oleh ibu. Bagi perempuan yang ingin memiliki anak bertubuh bagus maka harus mencari calon suami yang memiliki tubuh bagus. Mungkin hal tersebut menjadi dasar pertimbangan sebelum memilih pasangan hidup.

Prinsip saya, jika sang ibu cerdas dalam mendidik anak-anak maka anak merekapun akan cerdas. Kecerdasan disini banyak sekali macamnya seperti kecerdasan berpikir, bertingkahlaku, dan lainnya. Kita tidak bisa mengeluarkan pendapat orang yang cerdas adalah yang mampu menguasai semua matapelajaran di sekolah. Realitanya ketika melamar pekerjaan kita tidak akan ditanya apa itu eksposisi, apa itu gempa bumi? TIDAK!!! Semua matapelajaran yang diajarkan hanyalah perantara dalam menggali kemampuan manusia. Bagi kamu yang merasa nilainya pas-pasan jangan berkecil hati. Banyak kok manusia yang selalu menjadi juara kelas namun pekerjaannya hanya karyawan swasta. Semuanya kembali lagi bagaimana keluarga mendidik anggotanya.

 

3.      Dapur, sumur, kasur

Saya yakin kata-kata ini seringkali didengar. Tiga kata ini menjadi senjata ampuh bagi orangtua yang sengaja mendoktrin anaknya untuk tidak melanjutkan sekolah. Ada pula orangtua yang tidak ingin anaknya melanjutkan kuliah S2 karena belum menikah (like me) dan juga terhalang biaya. Suka ataupun tidak ketiga kata sakral itu memang menjadi fitrah sebagai seorang perempuan. Eits tunggu dulu, namun tidak semuanya saya setuju.

Sebagai seorang perempuan kita memang tidak dapat melawan kodrat bahwa nantinya kita akan kembali lagi ke dapur (memasak), sumur (mencuci), dan kasur (melayani suami). Ketiga hal ini tidak dapat diubah ya walaupun kita mempunyai pembantu sekalipun namun pembantu kita juga perempuan hehe.

Sangat disayangkan jika sebagai perempuan kita hanya disibukkan kepada 3 hal tersebut. Menurut saya sebagai perempuan kita tidak boleh hanya menjadi Ibu Rumah Tangga Biasa. Jadilah IRT yang incredible. Artinya kita harus memiliki penghasilan sendiri, bisa dengan cara jualan online, mengajar, berdagang atau apapun namun tidak mengurangi hubungan terhadap keluarga.

Seandainya jika pasangan kita selingkuh dan kita berada diambang perceraian maka kita tidak akan takut jika suami macam-macam karena kita mandiri. Bisa hidup sendiri bahkan membiayai anak. Banyak sekali kasusnya seorang istri rela diduakan karena ia memikirkan nasib anaknya jika bercerai (secara materi). Saran saya jadilah perempuan tangguh dan mandiri. Ingat uang suami uang istri namun uang istri adalah uang istri.

Dalam mencari pekerjaan biasanya perusahaan ataupun lembaga akan memiliki standar pekerjanya sebagai lulusan S1, minimal ya. Terkadang banyak juga yang S1 yang menganggur, jangan ditiru kalau ini. Kita harus menyelesaikan pendidikan kita juga, hal ini sangat penting. Pendidikan bisa digunakan untuk mendidik anak dan juga mencari pekerjaan.

 

4.      Perubahan

Semakin banyak kita bergaul dengan seseorang maka semakin banyak pula pemikiran-pemikiran kita terbuka dalam memandang kehidupan. Coba deh kalian intropeksi sendiri kira-kira masa-masa ketika SD, SMP, SMA, dan kuliah akan sama tidak dengan kelakuan, sifat, cara memangdang sesuatu, emosi sebelumnya? Saya yakin mayoritas akan menjawab BERUBAH. Kenapa?

Banyak sekali alasan untuk menjelaskannya. Dalam beberapa fase tersebut kita akan mengalami perubahan seiring berjalannya waktu seperti waktu SD kita tidak mau mengalah akibatnya kita tidak akan memiliki teman. Maka tentunya kita akan berpikir berarti kita tidak boleh egois. Ketika sifat jelek kita hilangkan maka didalam diri kita akan tertanam nilai baik. begitu pula selanjutnya, akan ada banyak nilai-nilai kehidupan dan bersosialisasi dengan yang lainnya.

Sadar ataupun tidak hal tersebutlah yang membuat perubahan di dalam diri kita. Perubahan tersebut juga mengakibatkan pola pikir kita dalam memandang suatu hal akan berubah karena banyak sekali pelajaran yang kita dapatkan di dalam pendidikan. Pendidikan sendiri sebagai salah satu wadah untuk merubah nasib kita menjadi lebih baik.

 

Dalam blog ini saya hanya ingin memotivasi teman-teman agar jangan menjadi PEREMPUAN YANG BIASA-BIASA AJA!!! Jadilah perempuan yang cerdas dan mandiri. Kemandirian sangat membantu karena kita tidak dapat menggantungkan kehidupan kita kepada orang lain. Jika orang tersebut meninggalkan kita maka kita akan kehilangan sandaran, itu hal yang paling menyakitkan dan ketika mencari sandaran baru akan membutuhkan waktu untuk beradaptasi lagi dari awal. Menurut saya hal tersebut sangat melelahkan. Tapi tidak salahnya kan jika kita memiliki pendidikan tingga tapi jatuhnya hanya dapur, sumur kasur. Tenang ilmu kita tidak akan sia-sia karena ilmu tersebut bisa kita transfer untuuk generasi kita yaitu buah hati.

MUSAFIR BANDUNG

 Beberapa waktu lalu, rumahku kedatangan seseorang yang tidak dikenal. Pada saat itu, aku sedang di kamar bersama mamah yang sibuk dengan be...