Mengapa perempuan harus berpendidikan?
Pertanyaan ini pasti
akan sering kalian dengar terutama untuk perempuan. Hal ini tidak dapat
dipungkiri karena memang itulah kebiasaan orang Indonesia zaman baheula. Blog ini ditulis bukan untuk
menjudge ya teman-teman. Saya hanya ingin sharing
pengalaman saya.
Ketika lulus S1 saya
bercita-cita ingin melanjutkan kuliah hingga post-doctoral. Bagi saya hal itu
seperti pencapaian hidup yang harus saya raih. Jika ditanya ingin menjadi apa
kelak, saya agak bingung menjawabnya. Saya kurang tahu mengapa, dipikiran dan
hati saya hanya terpikirkan ingin kuliah hingga post-doctoral. Jangan ditiru ya
J.
Teman-teman seangkatan
saya kebanyakan dari mereka tidak ingin melanjutkan S2. Beberapa diantaranya
beralasan lelah, kerja, tidak ada biaya, menikah, dan masih banyak lagi
lainnya. Saya akui untuk lulus S1 itu terbilang agak susah, terlebih lagi
ketika angkatan saya mendapatkan 2 dospem. Jika dospem 1 acc tapi dospem 2 tidak, kita harus mengulang skripsi lagi tapi
hanya bagian yang tidak disetujui, lalu minta persetujuan yang baru. Belum lagi
jika dosen sulit untuk ditemui, banyak sekali cobaannya dikala S1 itu. Mungkin
hal itu yang membuat teman-teman malas untuk melanjutkan S2.
Menurut saya pendidikan
itu penting untuk diraih. Terutama bagi perempuan karena perempuan itu akan
menjadi sekolah pertama bagi anak-anaknya. Coba bayangkan, jika seorang ibu
tidak bersekolah lalu bagaimana mendidik anak-anaknya. Apakah ia mampu untuk
mengajarkan nilai social, moral, dan kehidupan?
Ada juga yang
mengatakan, ibu saya tidak pernah sekolah tapi anaknya sukses. Yups, saya juga
setuju dengan pendapat tersebut. Namun perlu diingat, orangtua kita hidup di
zaman apa dan kita di zaman apa? Perbedaan zaman tentunya akan memiliki
perbedaan kehidupan. Zaman dahulu, jika seorang perempuan ada yang mau (berniat
untuk dinikahi) maka sang orangtua akan melepas anaknya untuk lelaki tersebut
walaupun anaknya masih bersekolah.
Bagi orangtua zaman
dahulu, pantang bagi mereka untuk menolak lamaran. Jika lelaki tersebut sudah
memiliki pekerjaan yang mapan maka mereka akan rela melepas putrinya. Tidak
dapat dipungkiri banyak sekali orangtua yang tidak bersekolah atau tidak lulus
sekolah namun berhasil dalam mendidik anaknya. Menurut saya hal ini dikarenakan
mereka menerapkan nilai-nilai yang kala itu belum rusak. Mereka adalah pejuang
kehidupan, mereka bertekat menjadikan kahidupan anak-anaknya lebih baik
daripada kehidupan mereka.
Bisa dibayangkan jika
penerapan system terdahulu disamakan dengan system zaman ini. Perempuan di
zaman milenial ini tidak bersekolah ataupun tidak melanjutkan pendidikannya
setidaknya hanya lulusan SMA. Lalu bagaimana dengan generasinya? Bukannya saya
meremehkan mereka namun bisa dilihat realitanya. Apakah banyak perusahaaan yang
menerima anak SMA bekerja sebagai karyawan? Saya yakin beberapa diantaranya
hanya pekerja kontrak itupun hanya usia produktif atau mereka akan dibayar
dengan gaji minimum. Lalu jika sudah tidak produktif? hanya 1 jawabannya yaitu
menganggur. Walaupun pekerjaan sebagai seorang ibu adalah mulia namun bagi saya
menjadi seorang ibu saja tidaklah cukup.
Terkadang banyak sekali
teman-teman saya yang meminta bantuan untuk PR anak mereka. Sang ibu tidak
mengerti dengan PR yang diberikan guru. Memang kita semua memiliki keterbatasan
dalam bidang tertentu namun saya melihatnya sangat miris sekali, menurut saya
jika anak tidak mengerti PR mereka, mereka akan menanyakan hal tersebut kepada
orangtua. Itu adalah titik dimana anak percaya bahwa orangtuanya dapat membantu.
Jika orangtua dapat mengatasi ketidak tahuan sang ibu bisa saja terlebih dahulu
belajar dari berbagai macam platform pendidikan yang ada. Apalagi di zaman
serba canggih ini kita dapat mengakses apapun di dunia internet.
Dari fakta yang ada,
menurut saya pendidikan sangat penting tarutama bagi perempuan. Beberapa alasan
mengapa perempuan harus menempuh pendidikan yang tinggi sebagai berikut:
1. Sekolah
pertama bagi anak
Seperti yang
sudah saya jelaskan sebelumnya, ibu adalah sekolah pertama bagi anaknya. Kenapa
hanya ibu? Sebenarnya ayahpun sama namun yang selalu ada untuk anak-anak
mayoritas adalah ibu. Ibu banyak memiliki waktu luang untuk keluarganya
ketimbang ayah. Ketika anak lahir, maka ibu yang akan mengajarkan nilai-nilai
yang berlaku di masyarakat. Ibu juga akan mendidik anak-anaknya untuk mengenal
dunia seperti cara membaca, berbicara, dan bertingkahlaku. Peran ibu sungguh
besar bila dibandingkan ayah. Ibu lebih mengetahui perkembangan, kemampuan dan
keinginan anak.
Ibu akan
mentransfer segala sesuatu yang ia ketahui kepada anaknya. Mengajarkan
ilmu-ilmu baik agama maupun ilmu lainnya. Biasanya nilai pertama yang diajarkan
adalah pengenalan terhadap Sang pencipta. Setelah itu ibu akan mengajarkan nilai
kehidupan. Namun pengajaran yang dilakukan ibu tidak sama dengan yang ada di
sekolah. Ibu akan mengajarkan melalui perbuatan, ucapan, dan tindakan. Sehingga
hal tersebut menjadi kebiasaan bagi sang anak.
Bisa dibayangkan
jika sang ibu lulusan SMP dan SMA kira-kira apa yang akan diajarkan mereka?
Saya tidak menjelak-jelakan. Saya yakin di zaman milenial ini banyak juga yang
berhasil mendidik anaknya namun faktanya 1:10. Fakta yang saya temukan jika
sang ibu hanya lulusan SMP dan SMA terlebih lagi jika marriage by accident saya bisa katakan anak mereka akan terlantar.
Karena focus sang ibu bukan untuk anak, jiwa mereka adalah jiwa yang bebas ada
kalanya masa pubertas. Mereka tidak akan mengurus anak-anaknya dengan baik,
untuk menjadi seorang ibu ataupun istri tentunya harus memiliki kesiapan lahir
dan batin. Semuanya tidak selalu indah ada masa dimana susah. Pada masa tersebut
Ibu (lulusan SMP dan SMA) masih berada di fase remaja sehingga dunia mereka
akan berada dalam masa pertemanan ataupun ketertarikan terhadap lawan jenis.
2. Kecerdasan
ditentukan oleh ibu
Menurut dosen
saya, jika lelaki ingin memiliki anak yang cerdas maka harus mencari calon
istri yang cerdas pula. Kecerdasan anak ditentukan oleh ibu. Bagi perempuan
yang ingin memiliki anak bertubuh bagus maka harus mencari calon suami yang
memiliki tubuh bagus. Mungkin hal tersebut menjadi dasar pertimbangan sebelum
memilih pasangan hidup.
Prinsip saya,
jika sang ibu cerdas dalam mendidik anak-anak maka anak merekapun akan cerdas.
Kecerdasan disini banyak sekali macamnya seperti kecerdasan berpikir,
bertingkahlaku, dan lainnya. Kita tidak bisa mengeluarkan pendapat orang yang
cerdas adalah yang mampu menguasai semua matapelajaran di sekolah. Realitanya ketika
melamar pekerjaan kita tidak akan ditanya apa itu eksposisi, apa itu gempa
bumi? TIDAK!!! Semua matapelajaran yang diajarkan hanyalah perantara dalam
menggali kemampuan manusia. Bagi kamu yang merasa nilainya pas-pasan jangan
berkecil hati. Banyak kok manusia yang selalu menjadi juara kelas namun
pekerjaannya hanya karyawan swasta. Semuanya kembali lagi bagaimana keluarga
mendidik anggotanya.
3. Dapur,
sumur, kasur
Saya yakin
kata-kata ini seringkali didengar. Tiga kata ini menjadi senjata ampuh bagi
orangtua yang sengaja mendoktrin anaknya untuk tidak melanjutkan sekolah. Ada
pula orangtua yang tidak ingin anaknya melanjutkan kuliah S2 karena belum
menikah (like me) dan juga terhalang
biaya. Suka ataupun tidak ketiga kata sakral itu memang menjadi fitrah sebagai
seorang perempuan. Eits tunggu dulu, namun tidak semuanya saya setuju.
Sebagai seorang
perempuan kita memang tidak dapat melawan kodrat bahwa nantinya kita akan
kembali lagi ke dapur (memasak), sumur (mencuci), dan kasur (melayani suami).
Ketiga hal ini tidak dapat diubah ya walaupun kita mempunyai pembantu sekalipun
namun pembantu kita juga perempuan hehe.
Sangat
disayangkan jika sebagai perempuan kita hanya disibukkan kepada 3 hal tersebut.
Menurut saya sebagai perempuan kita tidak boleh hanya menjadi Ibu Rumah Tangga Biasa. Jadilah IRT yang incredible. Artinya kita harus memiliki
penghasilan sendiri, bisa dengan cara jualan online, mengajar, berdagang atau
apapun namun tidak mengurangi hubungan terhadap keluarga.
Seandainya jika
pasangan kita selingkuh dan kita berada diambang perceraian maka kita tidak
akan takut jika suami macam-macam karena kita mandiri. Bisa hidup sendiri
bahkan membiayai anak. Banyak sekali kasusnya seorang istri rela diduakan
karena ia memikirkan nasib anaknya jika bercerai (secara materi). Saran saya
jadilah perempuan tangguh dan mandiri. Ingat uang suami uang istri namun uang
istri adalah uang istri.
Dalam mencari
pekerjaan biasanya perusahaan ataupun lembaga akan memiliki standar pekerjanya
sebagai lulusan S1, minimal ya. Terkadang banyak juga yang S1 yang menganggur,
jangan ditiru kalau ini. Kita harus menyelesaikan pendidikan kita juga, hal ini
sangat penting. Pendidikan bisa digunakan untuk mendidik anak dan juga mencari
pekerjaan.
4. Perubahan
Semakin banyak
kita bergaul dengan seseorang maka semakin banyak pula pemikiran-pemikiran kita
terbuka dalam memandang kehidupan. Coba deh kalian intropeksi sendiri kira-kira
masa-masa ketika SD, SMP, SMA, dan kuliah akan sama tidak dengan kelakuan,
sifat, cara memangdang sesuatu, emosi sebelumnya? Saya yakin mayoritas akan
menjawab BERUBAH. Kenapa?
Banyak sekali
alasan untuk menjelaskannya. Dalam beberapa fase tersebut kita akan mengalami
perubahan seiring berjalannya waktu seperti waktu SD kita tidak mau mengalah akibatnya
kita tidak akan memiliki teman. Maka tentunya kita akan berpikir berarti kita tidak
boleh egois. Ketika sifat jelek kita hilangkan maka didalam diri kita akan
tertanam nilai baik. begitu pula selanjutnya, akan ada banyak nilai-nilai
kehidupan dan bersosialisasi dengan yang lainnya.
Sadar ataupun
tidak hal tersebutlah yang membuat perubahan di dalam diri kita. Perubahan tersebut
juga mengakibatkan pola pikir kita dalam memandang suatu hal akan berubah
karena banyak sekali pelajaran yang kita dapatkan di dalam pendidikan. Pendidikan
sendiri sebagai salah satu wadah untuk merubah nasib kita menjadi lebih baik.
Dalam
blog ini saya hanya ingin memotivasi teman-teman agar jangan menjadi PEREMPUAN
YANG BIASA-BIASA AJA!!! Jadilah perempuan yang cerdas dan mandiri. Kemandirian sangat
membantu karena kita tidak dapat menggantungkan kehidupan kita kepada orang
lain. Jika orang tersebut meninggalkan kita maka kita akan kehilangan sandaran,
itu hal yang paling menyakitkan dan ketika mencari sandaran baru akan
membutuhkan waktu untuk beradaptasi lagi dari awal. Menurut saya hal tersebut
sangat melelahkan. Tapi tidak salahnya kan jika kita memiliki pendidikan tingga
tapi jatuhnya hanya dapur, sumur kasur. Tenang ilmu kita tidak akan sia-sia
karena ilmu tersebut bisa kita transfer untuuk generasi kita yaitu buah hati.